Islam sangat menghormati dan memuliakan manusia dengan
memberikan kebebasan sepenuhnya untuk memilih, dalam semua aspek kehidupan
tanpa terkecuali. Islam mengharamkan pemaksaan seseorang untuk mengikuti ajarannya,
meskipun yang disampaikannya adalah kebenaran yang tidak diragukan. Karena
pemaksaan merupakan pelanggaran atas kemerdekaan manusia dan kehormatannya,
disamping tidak ada gunanya orang mengikuti dengan paksaan.
Selain itu, setiap orang dipersilahkan untuk menjalankan
syariat agamanya. Kewajiban seorang muslim hanyalah menyampaikan kebenaran
dengan cara yang arif dan bijkasana. Allah s.w.t. berfirman, “Untukmu agamamu,
dan untukkulah agamaku.” (QS. Al-Kaafiruun [109]: 6). Nabi Muhammad s.a.w.
bahkan dinasehati Allah s.w.t. untuk tidak memaksa orang kafir beriman, “Dan
jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi
seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi
orang-orang yang beriman semuanya?.” (QS. Yunus [10]: 99)
Hakikat kemerdekaan dalam Islam adalah terbebasnya manusia
dari segala bentuk ketergantungan dan belenggu kepada selain Allah s.w.t.
Nilai-nilai seperti ini dalam Islam dikenal dengan istilah kemurnian tauhid.
Ketika hakikat kemerdekaan adalah tauhid, maka untuk menilai
sejauh mana seseorang, masyarakat atau suatu negara telah merdeka, harus
dilihat dari sejauh mana mereka masih diperbudak oleh aturan, norma, adat
istiadat yang bukan dari Allah, tetapi dari bangsa asing, pemimpin diktator,
atau oleh hawa nafsu mereka sendiri.
Dalam kerangka inilah Umar bin Khattab mengingatkan
gubernurnya di Mesir, Amru bin Ash, ketika puteranya memukul seorang kristen
koptik, “Sejak kapan kalian memperbudak manusia, padahal mereka dilahirkan oleh
ibu mereka dalam keadaan merdeka.” Kabarnya, Jean Jacques Rousseau pun mengutip
kata-kata ini.
Ali bin Abi Thalib pun berwasiat kepada anaknya dengan
wasiat emas, “Janganlah engkau menjadi hamba orang lain, karena Allah telah
menjadikanmu merdeka.”
Arti kemerdekaan semacam ini adalah penghambaan hanya kepada
Allah. Karena insan muslim tidak menjadi hamba kecuali hanya kepada Allah
s.w.t. Ketika manusia mengerti hakikat ini maka ia benar-benar merdeka, karena
penghambaannya kepada Allah membebaskan dirinya dari penghambaan kepada
selain-Nya.
Tidak ada
yang lebih membunuh kemerdekaan daripada menjadikan sebagian manusia sebagai
tuhan bagi sebagian yang lain, dalam kondisi seperti ini manusia tidak bisa
mengembalikan kemerdekaannya dan kehormatannya, kecuali jika mereka
menghancurkan tuhan-tuhan palsu itu, terutama dalam diri orang-orang yang
dianggap tuhan, padahal ia adalah manusia seperti mereka, tidak bisa memberikan
manfaat atau bahaya kepada dirinya, tidak juga menghidupkan, mematikan dan
membangkitkan.
Kemerdekaan pada hakikatnya, bukanlah semata-mata
membebaskan diri dari belenggu penjajahan pihak lain. Tetapi lebih dari itu,
kemerdekaan yang hakiki adalah kemampuan untuk membebaskan diri dari belenggu
hawa nafsu.
Manusia yang merdeka adalah manusia yang mampu memerdekakan
dirinya dari berbagai penghambaan selain kepada Tuhannya. Seorang pejabat atau
pemimpin yang merdeka adalah pejabat/ pemimpin yang mampu membebaskan dirinya
dari ambisi-ambisi pribadi (dan keluarganya), dan hanya memikirkan kepentingan
dan kesejahteraan rakyatnya. Dia memandang jabatan itu sebagai amanat yang
harus dipertangungjawabkan. Seorang cendekiawan yang merdeka adalah yang selalu
menyuarakan kebenaran dan keberpihakan kepada masyarakat banyak. Ia tidak akan
melakukan upaya pembodohan kepada masyarakat, apalagi dengan menggunakan
dalil-dalil dan alasan-alasan yang sengaja didistorsikan atau disalahtafsirkan.
Seorang penegak hukum (hakim, jaksa, polisi maupun
pengacara) yang merdeka adalah orang yang memiliki komitmen kuat untuk
menjadikan hukum yang benar sebagai panglima. Asas keadilan dan obyektivitas
akan benar-benar dijunjungnya. Ia tidak akan berani mempermainkan hukum hanya
karena iming-iming jabatan atau materi. Hukum ditegakkan tanpa pandang bulu.
Seorang pegawai yang merdeka adalah orang yang berusaha
mengoptimalkan potensi dirinya untuk meraih prestasi kerja yang baik dan
bermanfaat, dengan landasan keikhlasan. Rakyat dan bangsa yang merdeka adalah
rakyat yang kritis dan bertanggungjawab terhadap keselamatan dan kemaslahatan
bangsanya. Rakyat yang merdeka tidak mudah diprovokasi oleh unsur-unsur yang
tidak bertanggungjawab yang bermaksud menjadikan mereka sebagai obyek perasan
dan kuda tunggangan.
Seorang muslim harus berlepas diri dari penghambaan kepada
selain Allah. Tidak cukup hanya sekedar ucapan bahwa tidak ada tuhan selain
Allah s.w.t. Di sinilah sebenarnya, inti kemerdekaan seorang muslim. Dalam
kerangka ini, Ibnu Rajab berkata, “Sesungguhnya hati yang memahami lâ ilâha
illallâh, lalu membenarkannya dengan penuh keikhlasan, maka akan tertanam kuat
sikap penghambaan hanya kepada Allah dengan penuh penghormatan, rasa takut, cinta,
pengharapan, pengagungan dan tawakkal, yang semua itu memenuhi ruang hatinya
dan disingkirkannya penghambaan kepada selain Allah dari para makhluk-Nya. Jika
semua itu terwujud maka tidak akan ada lagi rasa cinta, keinginan dan
permintaan selain apa yang dikehendaki Allah, serta apa yang dicintai-Nya dan
dituntut-Nya. Demikian juga akan tersingkir dari hatinya semua keinginan nafsu
syahwat dan bisikan-bisikan syaitan, maka siapa yang mencintai sesuatu atau
mentaatinya atau mecintai dan membenci karena sesuatu itu maka dia adalah
tuhannya, dan siapa yang mencintai dan membenci semata-mata karena Allah, ta’at
dan memusuhi karena Allah, maka Allah baginya adalah tuhan yang sebenarnya.
Siapa yang mencintai karena hawa nafsunya dan membenci juga karenanya, atau
ta’at dan memusuhi karena hawa nafsunya, maka hawa nafsu baginya adalah
tuhannya, sebagaimana firman Allah s.w.t, “Terangkanlah kepadaku tentang orang
yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya. Maka Apakah kamu dapat menjadi
pemelihara atasnya?”, (QS. Al Furqaan [25]: 43)
Sesungguhnya
Islam lahir membawa misi kemerdekaan dan kebebasan, serta ingin mengantarkan
segenap manusia kembali kepada fitrah mereka yang suci. Misi kemerdekaan dan
kebebasan yang diperjuangkan oleh Islam merupakan inti dari ideologi yang benar
yaitu tahrîrul ‘ibad min ibâdatil ibâd ilâ ibâdati rabbil ibâd (membebaskan
manusia dari penghambaan dan ketergantungan kepada sesama manusia menuju
penghambaan kepada Tuhan sang pencipta). Allah menyebutkan didalam Al-Qur'an, “Alif,
laam raa. (ini adalah) kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu
mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan
izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan yang Maha Perkasa lagi Maha
Terpuji. Allah-lah yang memiliki segala apa yang di langit dan di bumi. dan
kecelakaanlah bagi orang-orang kafir karena siksaan yang sangat pedih.” (QS. Ibrahim [14]: 1-2)
Kemerdekaan yang diinginkan oleh Islam bukan hanya terbatas
pada kebebasan dari belenggu fisik semata, tapi lebih dari itu adalah kebebasan
dari belenggu dan ketergantungan kepada selain Allah swt dalam berbagai bentuk
dan modusnya, seperti:
1. Kebebasan dan
pembebasan diri manusia dari belenggu hawa nafsu yang sering kali menjerumuskan
seseorang kedalam sifat hewaniah bahkan sifat syaithoniah. Sehingga Allah
s.w.t. mengecam sifat ini dalam salah satu firman Nya, QS. Al Furqaan [25]: 43.
2. Pembebasan
diri dan bangsa dari belenggu prilaku dan akhlak madzmumah, akhlak yang tercela
yang sekarang ini menjadi tontotan dan tuntunan sehari-hari. Betapa informasi
dan kenyataan sehari-hari dilapangan ini sangat mengkhawatirkan masa depan
generasi bangsa ini yang akan meneruskan estafeta perjuangan para pahlawan yang
telah sudi mengorbankan harta, tenaga bahkan jiwa mereka untuk kedamain dan
kesejahteraan para penerusnya. Pepatah Arab mengingatkan kepada kita akan
pentingnya akhlak dalam membangun dan mempetahankan eksistensi sebuah bangsa
“Sesungguhnya jati diri dan eksistrensi sebuah umat sangat ditentukan dan tergantung
kepada akhlaknya, jika akhlak mereka rusak maka bangsa itu akan segera menemui
kehancuran dan terus menerus berada dalam keterpurukan.”
3. Pembebasan
diri dan bangsa dari budaya dan pandangan hidup hedonisme yang mengarah kepada
semata-mata memburu kenikmatan duniawi sesaat secara berlebih-lebihan yang
akhiranya akan melahirkan budaya persimifisme, yaitu budaya serba boleh. Mereka
menuntut diilegalkannya praktek prostitusi, seks bebas, dan praktek kemaksiatan
yang lainnya atas nama hak asasi manusia dengan melupakan hak asasi Allah
s.w.t. Dalam kondisi semacam ini, biasanya segala aktifitas kebaikan, segala
bentuk amar ma’ruf dan nahyi munkar akan dianggap sebagai penyakit, dianggap
sebagai hama yang harus segera dibasmi seperti yang dikatakan oleh kaum nabi
Luth terhadap nabi mereka. mereka mengatakan dengan budaya dan cara pandang
hedonisme mereka, dengan budaya dan cara pandang persimifisme mereka. “Maka
tidak lain jawaban kaumnya melainkan mengatakan: "Usirlah Luth beserta
keluarganya dari negerimu; karena sesungguhnya mereka itu orang-orang yang
(menda'wakan dirinya) bersih.” ( QS. An Naml [27]: 56)
4. Pembebasan
diri dan umat dari praktek syirik dalam segala bentuknya, sehingga seperti yang
dikhawatirkan oleh Imam Ali karamallahu wajhah tentang kondisi sebuah umat yang
tidak ada nilai dan tidak ada harganya dimata Allah dan juga dimata manusia.
Imam Ali menyebutkan “Akan datang atas manusia suatu zaman semangat mereka
hanya berada disekitar perut mereka, kemuliaan mereka sangat tergantung kepada
benda-benda fisik semata, jidat mereka ada pada perempuan-perempuan, agama
mereka ada pada urusan dinar dan dirham. Mereka itulah orang-orang yang paling
jahat dan tidak ada nilainya disisi Allah s.w.t.” Inilah yang dikhawatirklan
oleh Imam Ali, manakala nilai dan semangat kemerdekaan ini tidak diisi dengan
rasa syukur yang mendalam untuk memberdayakan segala kemampuan dan potensi yang
dimiliki demi mengharapkan ridha Allah s.w.t.
Rasulullah s.a.w. bersabda, “Celakalah budak dinar, budak
dirham, dan budak khamishah (suatu jenis pakaian). Apabila diberi dia ridha,
dan bila tidak diberi dia murka.” (HR. Al-Bukhari no. 2887 dari Abu Hurairah
r.a.). Kata “budak” pada hadis ini telah dipakai oleh Rasulullah s.a.w. untuk
menyebut orang-orang yang telah diperbudak oleh dunia. Ibnu Hajar rahimahullahu
menjelaskan dalam Fathul Barinya, “Budak dinar adalah orang yang mencarinya
dengan semangat tinggi. Bila memperolehnya, dia menjaganya seolah-olah dia
sebagai pelayan atau budak.” (Fathul Bari, 18/249).
Yahya bin Mu’adz Ar-Razi rahimahullahu berkata, “Dunia
adalah araknya setan. Barangsiapa mabuk karenanya, maka dia tidak akan sadar
sampai kematian menjemputnya dalam keadaan menyesal di tengah orang-orang yang
merugi. Sedangkan bentuk cinta dunia yang paling ringan adalah lalai dari cinta
dan dzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Barangsiapa yang harta bendanya
telah melalaikannya dari dzikir kepada Allah s.w.t, sungguh dia termasuk orang
yang merugi. Bila hati lalai dari berdzikir kepada Allah s.w.t, niscaya hati
itu akan ditempati oleh setan, yang kemudian akan memalingkannya sesuai
kehendak-Nya.”
Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata, “Tiadalah setiap
orang di dunia ini melainkan sebagai tamu dan hartanya adalah pinjaman.
Tentunya, tamu itu akan berangkat pergi dan pinjaman itu akan kembali kepada
pemiliknya.” Rasulullah s.a.w. bersabda:
حُبُّ الدُّنْيَا رَأْسُ كُلِّ خَطِيْئَةٍ (اُصول الكافي، ج2، ص239، باب حبّ
الدنيا والحرص عليها)
“Cinta dunia adalah pongkol segala kesalahan.” (Ushul al-Kafi,
jilid 2 hal. 239)
Jadi, kemerdekaan bukan hanya sebuah makna keterbebasan dari
belenggu penjajahan. Melainkan lebih dari itu keterbebasan dari belenggu nafsu
dan cinta dunia. Bila makna ini benar-benar tercermin dalam pribadi sebuah
bangsa, maka hakikat kemerdekaan akan benar-benar tercapai. Mengapa? Bisa
dipastikan bahwa dengan terbebasnya dari belenggu nafsu dan cinta dunia
keadilan akan tegak dengan jujur. Tegaknya keadilan akan melahirkan keamanan.
Keamaman akan membuat semua kehidupan menjadi produktif dan sejahtera.
Itulah mengapa Al Qur’an dari awal sampai akhir selalu
menekankan pentingnya manusia bersungguh-sungguh mentaati Allah s.w.t. dan
melawan nafsu. Sebab hanya dengan mentaati Allah s.w.t. ia akan benar-benar
merdeka.
Wallahu A’lam Bishshawab.
Posting Komentar
Komentar Anda akan sangat bermanfaat untuk perkembangan dan kemajuan blog ini, tapi yang sopan ya... dan jangan spam. Terima Kasih.