"Bu, Siapa sih Marlyn Monroe ?"
Aisyah, anakku yang berusia 7 tahun mengalihkan pandangannya pada jadwal pertandingan sepakbola di sebuah Koran, tapi tiba-tiba saja ia bertanya, "Bu, siapa sih Marilyn Monroe itu?"
"Oooh... itu bintang film Amerika yang terkenal," jawabku
sekenanya.
Aku mengira jawaban itu sudah cukup untuk pertanyaan Aisyah, tapi ternyata tidak. Ia melanjutkan jawabanku itu dengan pertanyaan lain yang membuatku cukup repot menjawabnya.
"Kalau bom seks itu maksudnya apa?" begitu tanya Aisyah.
Terus terang aku terkejut dengan pertanyaan itu.
Aku diam sejenak, lalu mengatakan, "Itu wanita yang memamerkan kecantikannya. Mereka mengira dengan begitu akan bisa terkenal, disanjung, dan mendapatkan uang dengan cepat," kataku hati-hati.
"Wahh... pasti para ratu kecantikan itu cantik sekali wajahnya ya Bu" katanya polos.
"Ya... katanya sih memang begitu," kataku apa adanya.Lagi-lagi kukira dialog kami akan selesai di sini, tapi ternyata tidak. Aisyah, putriku yang baru duduk di kelas 2 SD itu memang kritis. Ia pun melontarkan pertanyaan lagi yang menjadikanku lebih serius menanggapi pertanyaannya.
"Kok ibu bilangnya pakai "katanya', memangnya Marilyn Monroe sekarang sudah tua atau sudah tidak cantik lagi?"
"Bukan begitu, dia sekarang sudah meninggal... bunuh diri..." begitu jawabku. Kupikir aku memang harus bisa menjelaskan masalah ini dengan baik kepada putriku.
Setelah perkataanku itu, Aisyah meletakkan koran yang ada di tangannya dan mendekatiku sambil mengatakan, "Kenapa bu? Kan tadi ibu bilang ia orangnya cantik, kaya, terkenal. Kenapa dia bunuh diri?"
Aku mencoba menenangkan diri dan menjawab pertanyaannya perlahan. "Yah, ia memang cantik, terkenal dan kaya, tapi itu semua sama sekali tidak membuatnya bahagia," kataku sambil menarik nafas.
Kali ini aku sudah menduga kalau jawabanku itu akan memancing pertanyaannya lagi. Justru sekarang aku yang ingin agar dia kritis terhadap jawabanku tadi. Aku pun bersiap mendengarkan pertanyaan berikutnya.
"Bagaimana mungkin bu, orang cantik, terkenal, kaya, tapi tidak bahagia?" katanya.
Pertanyaan itu yang memang kutunggu.
Aku menjawab, "Ya, karena hatinya kelaparan dan mentalnya kering."
"Apa bu, hatinya kelaparan? Maksudnya bagaimana sih?" tanyanya makin penasaran.
Aku terdiam sejenak, berfikir untuk bisa menjelaskan masalah ini dengan tepat.
"Puteriku, manusia itu seperti yang diajarkan oleh agama kita terdiri dari tubuh, pikiran dan hati. Agar seseorang bisa hidup seimbang, bahagia, dan sehat, maka semuanya itu harus diberi makanan. Makanan tubuh kita itu adalah nasi, buah atau
minuman.
Pikiran kita makanannya adalah ilmu pengetahuan seperti yang engkau pelajari di sekolah.
Sedangkan hati,makanannya adalah iman kepada Allah. Iman kepada adanya Allah, iman dengan takdir-Nya, kasih sayang-Nya, kekuasaan-Nya dan iman kepada hari akhirat.
Sepanjang apapun seseorang hidup, pasti akhirnya akan kembali kepada Allah swt. Kita akan berhadapan dengan Allah dan mempertanggung jawabkan segala perbuatan kita di hadapan Allah... Saat itu, balasan yang kita terima hanya satu dari dua, surga atau neraka. Dan Allah tak mungkin tidak adil terhadap hamba-Nya.
Anakku tampak serius sekali memperhatikan uraian tadi. Ia pun terdiam, sepertinya berpikir.
"Apakah Marilyn Monroe tidak mengetahui hal itu sehingga ia bunuh diri?" katanya.
"Tidak tahu juga ya. Tapi umumnya orang yang bunuh diri itu adalah karena putus asa dan kekecewaan yang sangat berat. Putus asa seperti itu tidak dialami oleh seorang yang beriman.
Dalam surat Yusuf Allah swt berfirman, "Tidaklah orang yang putus asa kepada rahmat Allah itu kecuali
orang-orang yang kafir..." Meskipun ia mengalami kesulitan, penderitaan dan berbagai kesusahan, tapi orang beriman tetap percaya pada kasih sayang Allah swt. Ia bisa melakukan sholat, berdo'a, berdzikir, membaca al-Qur`an yang menjadikan hatinya terang dan jiwanya segar kembali. Karena itulah orang-orang beriman saja yang bisa hidup bahagia ...."
http://cerpenislami.blogspot.com/2006/09/kisah-islami-ketika-anakku-bertanya-bu.html
Aisyah, anakku yang berusia 7 tahun mengalihkan pandangannya pada jadwal pertandingan sepakbola di sebuah Koran, tapi tiba-tiba saja ia bertanya, "Bu, siapa sih Marilyn Monroe itu?"
"Oooh... itu bintang film Amerika yang terkenal," jawabku
sekenanya.
Aku mengira jawaban itu sudah cukup untuk pertanyaan Aisyah, tapi ternyata tidak. Ia melanjutkan jawabanku itu dengan pertanyaan lain yang membuatku cukup repot menjawabnya.
"Kalau bom seks itu maksudnya apa?" begitu tanya Aisyah.
Terus terang aku terkejut dengan pertanyaan itu.
Aku diam sejenak, lalu mengatakan, "Itu wanita yang memamerkan kecantikannya. Mereka mengira dengan begitu akan bisa terkenal, disanjung, dan mendapatkan uang dengan cepat," kataku hati-hati.
"Wahh... pasti para ratu kecantikan itu cantik sekali wajahnya ya Bu" katanya polos.
"Ya... katanya sih memang begitu," kataku apa adanya.Lagi-lagi kukira dialog kami akan selesai di sini, tapi ternyata tidak. Aisyah, putriku yang baru duduk di kelas 2 SD itu memang kritis. Ia pun melontarkan pertanyaan lagi yang menjadikanku lebih serius menanggapi pertanyaannya.
"Kok ibu bilangnya pakai "katanya', memangnya Marilyn Monroe sekarang sudah tua atau sudah tidak cantik lagi?"
"Bukan begitu, dia sekarang sudah meninggal... bunuh diri..." begitu jawabku. Kupikir aku memang harus bisa menjelaskan masalah ini dengan baik kepada putriku.
Setelah perkataanku itu, Aisyah meletakkan koran yang ada di tangannya dan mendekatiku sambil mengatakan, "Kenapa bu? Kan tadi ibu bilang ia orangnya cantik, kaya, terkenal. Kenapa dia bunuh diri?"
Aku mencoba menenangkan diri dan menjawab pertanyaannya perlahan. "Yah, ia memang cantik, terkenal dan kaya, tapi itu semua sama sekali tidak membuatnya bahagia," kataku sambil menarik nafas.
Kali ini aku sudah menduga kalau jawabanku itu akan memancing pertanyaannya lagi. Justru sekarang aku yang ingin agar dia kritis terhadap jawabanku tadi. Aku pun bersiap mendengarkan pertanyaan berikutnya.
"Bagaimana mungkin bu, orang cantik, terkenal, kaya, tapi tidak bahagia?" katanya.
Pertanyaan itu yang memang kutunggu.
Aku menjawab, "Ya, karena hatinya kelaparan dan mentalnya kering."
"Apa bu, hatinya kelaparan? Maksudnya bagaimana sih?" tanyanya makin penasaran.
Aku terdiam sejenak, berfikir untuk bisa menjelaskan masalah ini dengan tepat.
"Puteriku, manusia itu seperti yang diajarkan oleh agama kita terdiri dari tubuh, pikiran dan hati. Agar seseorang bisa hidup seimbang, bahagia, dan sehat, maka semuanya itu harus diberi makanan. Makanan tubuh kita itu adalah nasi, buah atau
minuman.
Pikiran kita makanannya adalah ilmu pengetahuan seperti yang engkau pelajari di sekolah.
Sedangkan hati,makanannya adalah iman kepada Allah. Iman kepada adanya Allah, iman dengan takdir-Nya, kasih sayang-Nya, kekuasaan-Nya dan iman kepada hari akhirat.
Sepanjang apapun seseorang hidup, pasti akhirnya akan kembali kepada Allah swt. Kita akan berhadapan dengan Allah dan mempertanggung jawabkan segala perbuatan kita di hadapan Allah... Saat itu, balasan yang kita terima hanya satu dari dua, surga atau neraka. Dan Allah tak mungkin tidak adil terhadap hamba-Nya.
Anakku tampak serius sekali memperhatikan uraian tadi. Ia pun terdiam, sepertinya berpikir.
"Apakah Marilyn Monroe tidak mengetahui hal itu sehingga ia bunuh diri?" katanya.
"Tidak tahu juga ya. Tapi umumnya orang yang bunuh diri itu adalah karena putus asa dan kekecewaan yang sangat berat. Putus asa seperti itu tidak dialami oleh seorang yang beriman.
Dalam surat Yusuf Allah swt berfirman, "Tidaklah orang yang putus asa kepada rahmat Allah itu kecuali
orang-orang yang kafir..." Meskipun ia mengalami kesulitan, penderitaan dan berbagai kesusahan, tapi orang beriman tetap percaya pada kasih sayang Allah swt. Ia bisa melakukan sholat, berdo'a, berdzikir, membaca al-Qur`an yang menjadikan hatinya terang dan jiwanya segar kembali. Karena itulah orang-orang beriman saja yang bisa hidup bahagia ...."
http://cerpenislami.blogspot.com/2006/09/kisah-islami-ketika-anakku-bertanya-bu.html
Posting Komentar
Komentar Anda akan sangat bermanfaat untuk perkembangan dan kemajuan blog ini, tapi yang sopan ya... dan jangan spam. Terima Kasih.