Bukti Pertama:
Kufur Terhadap Janji Allah dan Rasul-Nya
Saya mengajak para pembaca untuk membandingkan antara ucapannya berikut ini:
“Pandangan bahwa syari’at adalah suatu “paket lengkap” yang sudah jadi, suatu resep dari Tuhan untuk menyelesaikan masalah di segala zaman, adalah wujud ketidaktahuan dan ketidakmampuan memahami sunnah Tuhan itu sendiri. Mengajukan syariat Islam sebagai solusi atas semua masalah adalah salah satu bentuk kemalasan berpikir atau lebih parah lagi, merupakan cara untuk lari dari masalah, sebentuk eskapisme, inilah yang menjadi sumber kemunduran umat Islam di mana-mana.” (Islam Liberal & Fundamental hal. 13).
Bandingkan ucapannya ini dengan ucapan Abu Jahal dan kawan-kawannya ketika dijanjikan oleh Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam akan menjadi pemimpin bangsa Arab dan juga selainnya (bangsa ‘ajam/non Arab) bila mereka mengikrarkan ucapan syahadat (La ilaha illallah), ucapan mereka itu telah diabadikan dalam ayat-ayat berikut ini,
“Apakah ia hendak menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan Yang Satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan. Dan pergilah pemimpin-pemimpin mereka (seraya berkata): Pergilah kamu, dan tetaplah (menyembah) tuhan-tuhanmu, sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang dikehendaki.[1] Kami tidak pernah mendengar hal ini dalam agama yang terakhir (yaitu agama nasrani), ini (mengesakan Allah) tidak lain hanyalah (kedustaan) yang diada-adakan.” (QS. Shad: 5-7)[2]
Bila Abu Jahal menganggap seruan tauhid, beribadah hanya kepada Allah Ta’ala adalah suatu hal yang mengherankan, maka UAA menganggapnya sebagai sikap tidak mampu memahami sunnah Tuhan, atau bahkan sebagai sikap malas berpikir atau sebagai pelarian dari masalah, atau sebagai wujud ketidak berdayaan umat Islam dalam menghadapi masalah yang mengimpit mereka, dan menyelesaikannya dengan cara rasional. (Islam Liberal & Fundamental hal. 12).
Dengan demikian JIL benar-benar bodoh dan bahkan menentang kandungan syahadat (la ilaha illallahu) yang merupakan inti ajaran dan misi utama dakwah setiap nabi dan rasul, yaitu hanya beribadah kepada Allah dan berlepas diri dari segala peribadatan kepada selain-Nya:
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “sembahlah Allah (saja) dan jauhilah thaghut (setiap sesembahan selain Allah) itu, maka diantara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula diantaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul).” (QS. An Nahel: 36)
“Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengannya, ketika mereka berkata kepada kaumnya: ‘Sesungguhnya kami berlepas diri dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami mengingkari (kekafiran)mu, dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian untuk selama-lamanya, sampai kamu beriman kepada Allah saja.’ Kecuali perkataan Ibrahim kepada bapaknya: "Sesungguhnya aku akan memohonkan ampunan bagi kamu dan aku tiada dapat menolak sesuatupun dari kamu (siksaan) Allah." (Ibrahim berkata): "Ya Tuhan kami hanya kepada Engkaulah kami bertawakkal dan hanya kepada Engkaulah kami bertaubat dan hanya kepada Engkaulah kami kembali.” (QS. Al Mumtahanah: 4)
Kandungan syahadat la Ilaha illallah, yang yang merupakan misi utama dakwah para rasul sebelum Nabi Muhammad shollallahu ‘alaihi wasallam juga merupakan misi dahwah beliau shollallahu ‘alaihi wasallam, sebagai rasul terakhir. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam banyak ayat dan hadits, diantaranya dalam sabda Nabi shollallahu ‘alaihi wasallam berikut ini:
عن أبي هريرة رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال: (أمرت أن أقاتل الناس حتى يقولوا: لا إله إلا الله، فمن قال: لا إله إلا الله عصم منى ماله ونفسه إلا بحقه وحسابه على الله ) متفق عليه
“Diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah rodiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda: ‘Aku diperintahkan untuk memerangi seluruh manusia hingga mereka mengikrarkan la ilaha illallahu, maka barang siapa yang telah mengikrarkan: la ilaha illallah, berarti ia telah terlindung dariku harta dan jiwanya, kecuali dengan hak-haknya (hak-hak yang berkenaan dengan harta dan jiwa), sedangkan pertanggung jawaban atas amalannya terserah kepada Allah.’” (Muttafaqun ‘Alaih)
Inilah prinsip utama agama Islam, yaitu beriman dan beribadah hanya kepada Allah dan menentang setiap peribadatan kepada selain-Nya. Sehingga setiap muslim yang benar-benar beriman, pasti meyakini bahwa penyembahan kepada malaikat, nabi, binatang, benda, patung atau syetan dll adalah bentuk-bentuk kemusyrikan yang harus diingkari dan diperangi, karena itu semua bertentangan dengan keimanan dan merupakan kekufuran. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam banyak ayat dan hadits, diantaranya, firman Allah Ta’ala berikut ini:
“Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: ‘Sesungguhnya Allah ialah Al Masih putra Maryam’, padahal Al Masih (sendiri) berkata: ‘Hai, Bani Israil, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu’, sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan atasnya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang yang zalim itu seorang penolong.” (QS. Al Maidah: 72)
Dan bila kita pikirkan lebih jauh, sebenarnya doktrin agama Abu Jahal ini, yaitu persatuan agama dan pengakuan bahwa tuhan itu banyak dan tidak esa, adalah misi utama bagi seluruh upaya dan daya yang ia kerahkan selama ini.
[1] Maksud mereka dari perkataan: “hal yang dikehendaki”, ialah mereka menuduh Nabi Muhammad bahwa ia menyeru kepada ajaran tauhid, yaitu beribadah hanya kepada Allah, dan meninggalkan segala peribadatan kepada selain-Nya guna mencari kedudukan sosial, dan hanya sekedar mencari pengikut. Demikian dijelaskan oleh Ibnu Jarir At Thabari dalam kitab Tafsirnya 10/551, dan dikuatkan oleh Ibnu Katsir dalam tafsirnya 4/27.
[2] Diriwayatkan bahwa sebab turunnya ayat-ayat ini adalah ketika Abu Thalib paman Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam sedang sakit, maka datanglah Abu Jahal dengan beberapa pemuka Quraisy lainnya menemui Abu Thalib, guna memohon darinya agar ia sudi membujuk Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam agar tidak lagi mencela dan menjelek-jelekkan tuhan-tuhan yang mereka sembah. Akan tetapi usaha mereka ini tidak membuahkan hasil apapun, karena Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam tetap bersikukuh dengan risalahnya yaitu ajaran tauhid, beribadah hanya kepada Allah dan memerangi segala bentuk peribadatan kepada selain-Nya. Melihat sikap Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam yang demikian ini, Abu Jahal menyelonong pergi sambil mengucapkan seperti yang dikisahkan oleh Al Qur’an di atas. Kisah ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Ibnu Abi Syaibah, At Tirmizy, An Nasa’i dalam As Sunan Al Kubra, Al Baihaqi, dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban.
Posting Komentar
Komentar Anda akan sangat bermanfaat untuk perkembangan dan kemajuan blog ini, tapi yang sopan ya... dan jangan spam. Terima Kasih.